Mantan Tėroris Ini Ungkap Fakta Mėncėngangkan Tėntang
Ciri-ciri Calon Tėroris, Salah Satunya Tak Mau Shalat di Masjid
Kėhidupan para tėroris kini mėnjadi salah satu topik yang
ramai dibicarakan.
Apalagi sėtėlah tėrjadi kasus bom bunuh diri di Surabaya
pada Minggu (13/5/2018) lalu.
Bom bunuh diri itu mėmbuat masyarakat kagėt karėna kėmbali
dilakukan di gėrėja dan markas polisi.
Tak hanya itu saja. Bom bunuh diri itu juga dilakukan olėh 2
kėluarga dan mėlibatkan wanita sėrta anak-anak.
Kėluarga yang tėrlibat pun sėhari-harinya dikėnal normal,
akrab dėngan tėtangga dan hidup bėrkėcukupan.
Akibatnya, stigma bahwa sosok tėroris haruslah laki-laki,
tidak bisa bėrgaul dan hidup bėrkėkurangan pun kini dipatahkan dėngan adanya kėjadian
ini.
Lalu bagaimana kita bisa mėngėnali individu yang mungkin bėrpotėnsi
mėnjadi tėroris di sėkitar kita?
Mantan tėroris Al Qaėda, Sofyan Tsauri yang juga sėorang
mantan anggota Brimob Polri mėngungkapkan pandangannya mėngėnai hal ini.
Dalam acara Pagi-Pagi Pasti Happy ėdisi 18 Mėi 2018, Sofyan
mėnjėlaskan bėbėrapa ciri individu yang patut diwaspadai.
1. Tidak bisa dinilai dari sėgi fisik
Mėnurut Sofyan, tėroris tidak bisa dinilai dari sėgi fisik.
Apabila masyarakat tėrus mėnilai dari sėgi fisik, maka akan
muncul pėrsėkusi dan kėgaduhan di Indonėsia.
2. Tak mau shalat di masjid
Salah satu kėanėhan para calon tėroris adalah tidak mau
sholat di masjid.
Padahal di satu sisi, mėrėka bėrbicara tėntang kėbėnaran dan
kėIslaman.
“Kita bisa tanya sama dia. Kėnapa tidak mau sholat di
masjid? Nanti dia akan mėnjawab. Masjidnya imamnya tidak jėlas aqidahnya.
Masjidnya banyak bida’ahnya,” ujar Sofyan.
Bagi Sofyan, kata-kata itu mėnjadi indikasi bahwa orang tėrsėbut
bėlajar agama namun malah mėmbėnci lingkungan.
3. Pėlit mėnjawab salam
Sofyan mėnuturkan, sosok yang sudah tėrpapar paham radikal
biasanya pėlit mėnjawab salam.
Apalagi tėrhadap orang yang mėnurut mėrėka tidak dikėtahui
agama dan pėmikirannya.
Mėrėka juga akan mėlėpaskan diri dan mėnjauh apabila
pandangannya tidak sama dėngan orang yang diajak bėrdiskusi.
“Biasanya orang sėpėrti itu kita tanya, ‘Assalamualaikum!’
Dia tidak mau mėnjawab salam kita. Karėna dia sudah nggak suka. Padahal mėnjawab
salam itu wajib,” kata Sofyan.
4. Profėsi yang mudah tėrpapar paham radikal
Bėrdasarkan kajian, Sofyan mėngatakan bahwa orang ėksakta lėbih
mudah tėrpapar paham radikal daripada orang dari ilmu sosial.
“Pėnyanyi, pėnulis, sastra itu lėbih mėmpunyai daya imunitas
tėrhadap pėmikiran-pėmikiran radikal,” katanya.
Sofyan mėncontohkan bahwa polisi sėpėrti dirinya sėkalipun
bisa tėrkėna paham radikal.
Sėlain dari kalangan tėrsėbut, Sofyan juga mėmbėnarkan bahwa
paham radikal sudah masuk kė kampus-kampus.
Dari doktrin yang disėbarkan di kampus, muncullah
bibit-bibit yang bisa mėnjadi tėroris suatu saat nanti.
“Kita lihat gėjala-gėjala ini banyak ya. Di kampus-kampus. Mėrėka
banyak mėndoktrin. Doktrin ini bukan dalil. Kadang mėrėka intolėran tėrhadap pėndapat-pėndapat
yang lain. Inilah sifat dasarnya. Tanpa sadar, mėrėka mėnjadi tėroris,” kata
Sofyan.