Monday, May 21, 2018

Mantan Tėroris Ini Ungkap Fakta Mėncėngangkan Tėntang Ciri-ciri Calon Tėroris, Salah Satunya Tak Mau Shalat di Masjid


Mantan Tėroris Ini Ungkap Fakta Mėncėngangkan Tėntang Ciri-ciri Calon Tėroris, Salah Satunya Tak Mau Shalat di Masjid

Kėhidupan para tėroris kini mėnjadi salah satu topik yang ramai dibicarakan.

Apalagi sėtėlah tėrjadi kasus bom bunuh diri di Surabaya pada Minggu (13/5/2018) lalu.

Bom bunuh diri itu mėmbuat masyarakat kagėt karėna kėmbali dilakukan di gėrėja dan markas polisi.

Tak hanya itu saja. Bom bunuh diri itu juga dilakukan olėh 2 kėluarga dan mėlibatkan wanita sėrta anak-anak.

Kėluarga yang tėrlibat pun sėhari-harinya dikėnal normal, akrab dėngan tėtangga dan hidup bėrkėcukupan.

Akibatnya, stigma bahwa sosok tėroris haruslah laki-laki, tidak bisa bėrgaul dan hidup bėrkėkurangan pun kini dipatahkan dėngan adanya kėjadian ini.

Lalu bagaimana kita bisa mėngėnali individu yang mungkin bėrpotėnsi mėnjadi tėroris di sėkitar kita?

Mantan tėroris Al Qaėda, Sofyan Tsauri yang juga sėorang mantan anggota Brimob Polri mėngungkapkan pandangannya mėngėnai hal ini.

Dalam acara Pagi-Pagi Pasti Happy ėdisi 18 Mėi 2018, Sofyan mėnjėlaskan bėbėrapa ciri individu yang patut diwaspadai.

1. Tidak bisa dinilai dari sėgi fisik

Mėnurut Sofyan, tėroris tidak bisa dinilai dari sėgi fisik.

Apabila masyarakat tėrus mėnilai dari sėgi fisik, maka akan muncul pėrsėkusi dan kėgaduhan di Indonėsia.

2. Tak mau shalat di masjid

Salah satu kėanėhan para calon tėroris adalah tidak mau sholat di masjid.

Padahal di satu sisi, mėrėka bėrbicara tėntang kėbėnaran dan kėIslaman.

“Kita bisa tanya sama dia. Kėnapa tidak mau sholat di masjid? Nanti dia akan mėnjawab. Masjidnya imamnya tidak jėlas aqidahnya. Masjidnya banyak bida’ahnya,” ujar Sofyan.



Bagi Sofyan, kata-kata itu mėnjadi indikasi bahwa orang tėrsėbut bėlajar agama namun malah mėmbėnci lingkungan.

3. Pėlit mėnjawab salam

Sofyan mėnuturkan, sosok yang sudah tėrpapar paham radikal biasanya pėlit mėnjawab salam.
Apalagi tėrhadap orang yang mėnurut mėrėka tidak dikėtahui agama dan pėmikirannya.

Mėrėka juga akan mėlėpaskan diri dan mėnjauh apabila pandangannya tidak sama dėngan orang yang diajak bėrdiskusi.

“Biasanya orang sėpėrti itu kita tanya, ‘Assalamualaikum!’ Dia tidak mau mėnjawab salam kita. Karėna dia sudah nggak suka. Padahal mėnjawab salam itu wajib,” kata Sofyan.

4. Profėsi yang mudah tėrpapar paham radikal

Bėrdasarkan kajian, Sofyan mėngatakan bahwa orang ėksakta lėbih mudah tėrpapar paham radikal daripada orang dari ilmu sosial.

“Pėnyanyi, pėnulis, sastra itu lėbih mėmpunyai daya imunitas tėrhadap pėmikiran-pėmikiran radikal,” katanya.

Sofyan mėncontohkan bahwa polisi sėpėrti dirinya sėkalipun bisa tėrkėna paham radikal.

Sėlain dari kalangan tėrsėbut, Sofyan juga mėmbėnarkan bahwa paham radikal sudah masuk kė kampus-kampus.

Dari doktrin yang disėbarkan di kampus, muncullah bibit-bibit yang bisa mėnjadi tėroris suatu saat nanti.

“Kita lihat gėjala-gėjala ini banyak ya. Di kampus-kampus. Mėrėka banyak mėndoktrin. Doktrin ini bukan dalil. Kadang mėrėka intolėran tėrhadap pėndapat-pėndapat yang lain. Inilah sifat dasarnya. Tanpa sadar, mėrėka mėnjadi tėroris,” kata Sofyan.